Kamis, 30 Oktober 2014

Ku Kubur Dalam-dalam


“ Aku hanya tidak ingin masa lalu itu diungkit-ungkit terus” kataku agak sedikit kesal. Tak ada jawaban dari lelaki yang sedari tadi mematung dihadapanku ini. Dia tampak meneteskan air mata dan serontak membuatku merasa perkataanku cukup kasar barusan. Dia menarikku kepelukannya, tanpa berkata sedikitpun. Aku semakin bimbang kali ini. Apa yang aku haruslakukan pada lelaki ini, lelaki yang dulu selalu ada disampingku, tapi tidak pada saat kejadian itu.

******
Aku berlari secepat mungkin untuk memberitahu kabar gembira ini pada ghibran, aku ingin dia juga merasakan kebahagiaan yang aku rasakan saat ini. Tanpa melihat ada siapa dan apa saja yang ada dihadapanku aku terobos itu semua demi memberitahu ghibran. Tapi tak disangka aku berlari begitu teledor sehigga aku menabrak seorang pria jangkung yang sedang membawa semangkuk mie ayam dari kantin.
“ Sorry ya, gue engga sengaja.” Kataku sambil membersihkan mie yang menempel dibajunya. Lelaki itu hanya tersenyum dan menghempaskan tanganku.
“ Sudah engga apa-apa,biar aku saja,kelihatannya kamu lagi buru-buru.” Balasnya dengan nada santai ala prince charming sekolahan. Tanpa mempedulikannya, aku buru-buru bangkit dari posisi semula dan mulai berlari lagi sambil berkata.
“ Thanks ya, gue emang lagi buru-buru banget.” Lelaki itu membalas dengan sesungging semyum manis miliknya.
Akhirnya sampai dikelas XI IPA 1, kelasnya ghibran dan aku tentunya. Aku langsung duduk disebelah ghibran yang sedang sibuk dengan karya ilmiah nya yang akan jatuh tempo pada esok hari. Tanpa mempedulikannya yang sedang sangat serius, aku langsung memulai pembicaraan yang sudah kutunggu dari tadi.

“ Baban.” Itu panggilanku pada ghibran.
“ Heem ..” balasnya sambil terus menarikan jari-jarinya diatas keybord laptop miliknya.
“ Sini liat aku dulu.” Kataku memaksa kepalanya melihat kearahku. “ Loe tau engga ? gue kepilih jadi ketua pensi di sekolah kita tahun ini loh.” Baban terlihat begitu kaget dengan ucapanku tadi.
“ Gue lagi engga mimpi kan ?” tanyanya dengan polos, serontak aku mencubitkan cubitan kecil kearah perutnya. “ Aww, sakit tau.”
“ Tuhkan, berarti loe engga lagi mimpi.” Kataku enteng, ghibran langsung memelukku bangga.
Yah karna inilah impianku dan ghibran saat pertama kali masuk SMA Harapan Bangsa. Terserah sih, mau aku ataupun ghibran yang jadi ketuanya, karna itu sama saja. Tetap kita yang pegang kendali penuh dalam acara ini.Saking senangnya entah berapa lama ghibran mendekap tubuhku ini. Lalu kemudian berhenti, kita saling menatap dan tiba-tiba tertawa bersama.
“ Okedeh bu ketu, karna loe kali ini bisa jadi ketua pensi. Gue traktir loe makan sepuasnya dikantin. Masalah bayar loe jangan khawatir, gue yang traktir semua yang loe makan.” Katanya dengan bangga sembari menepuk dadanya.
“ Deal ya, loe engga boleh protes tentang apapun yang gue pesen.” Kataku mencibir. Habis biasanya dia janji mentraktir tapi ketika aku pesan dia selalu bilang ‘busyet banyak amat non,mau ngerampok gue ya’ pasti kata-kata itu terucap.
“ Janji deh, kali ini gue engga bakal protes. Dasar bocil.” Timpal ghibran sembari mengacak-ngacak rambutku yang sudah tersisir rapih. Bocil itu julukan yang ghibran berikan padaku jika dia sudah gemas sekali dengan tingkahku yang kadang diluar nalar manusia. Hahha lebay sih ya, tapi itulah kenyataan nya.

*****
Di kantin ….
“ Mba ipah, saya pesan menu super duper istimewa yah. Masing-masing satu dari tiap jenis, oh iya tambah teh manis dingin yang aga banyak. Aku nyengir kearah ghibran yang sedang geleng-geleng kepala memperhatikan tingkahku. Belom sempat dia bicara aku memotong nya.
“ Eh,tadi janjinya apa. Jangan proteskan, jadi sekarang mending diem, sebelum aku cubit lagi nih.” Mataku melotot kearah ghibran yang akhirnya tak jadi bicara.
Akhirnya pesananku datang juga, dengan hati-hati mba ipah menaruh makanan itu diatas meja. Sambil senyum-seyum sendiri melihat kearan ghibran. Oh iya aku sampai lupa memberitahu kalau mba ipah ini fans beratnya ghibran loh. Dia tahu semua makanan yang disukai dan tidak disukai ghibran. Pokoknya kalau udah dikantin ghibran itu mendapatkan full servis deh dari mba ipah.
“ Mas Ghibran endak mau pesen toh?”
“ Nanti aja mba, abis si gentong ini makan. Soalnya selera maan saya suka ilang kalau liat dia makan sebanyak ini.” Ledek Ghibran padaku.
“ Yo wis, nanti kalau ada apa-apa panggil saya saja ya mas.”
Aku sih tak mau memperdulikan perkataan Ghibran tadi, karna saat ini aku sedang sangat lapar. Begitu semua makanan telah tertata rapih diatas meja, aku langsung melahap semua itu dengan semangat 45 milik para veteran kemerdekaan. Ghibran hanya bisa menatap dengan pandangan yang sering dia arahkan padaku ketika saat seperti ini. Mungkin dihatinya sedang berkata ‘mahluk apa yang ada dihapanku ini’ tapi hanya dalam hati karna aku melarang dirinya protes.
Selagi aku menyantap hidangan mewah ala kantin itu Ghibran hanya memainkan  handphone nya. Tapi tiba-tiba …
“ Hallo sob.” Sebuah suara menyapa dari balik punggungku.
“ Hei, kenapa loe ada disini ? pindah sekolah loe sob ?”
“ Yoi, bokap gue pindah tugas. Jadi mau engga mau gue juga harus ikut kemanapun dia dan nyokap gue pergi.”
“ Hahaha, iya ya. Bokap loe kan emang hobi banget pindah-pindah.”
Kedua lelaki itu terus berbincang bincang, aku bisa menduga kalau mereka itu teman lama yang tak sengaja dipertemukan kembali dalam satu sekolah yang ada aku juga didalamnya. Aku tak memperdulikan kedua lelaki dihapanku, aku hanya peduli dengan makanan yang sebentar lagi akan kusapu bersih ini. Merekapun sepertinya begitu, tak peduli dengan aku karna sedang sibuk dengan pembicaraan mereka. Tapi tak disangka, tiba-tiba obrolah mereka terhenti.
“ Loe kan, cewe yang tadi nabrak gue ?” kata lelaki itu menduga-duga. Aku hanya nyengir ketika dia menduga hal itu. Karna sepertinya iya, lelaki yang berdiri dihadapan aku dan Baban ini memang lelaki yang sama saat aku menabrak nya dan menumpahkan isi mangkuk penuh mie ayam itu.
“ Dasar bocil, kebiasaan nya engga ilang-ilang. Hobby banget nubruk orang yang engga punya salah sama loe. Udah minta maaf belom loe sama si Raka ?”
“ Udah tadi, iya kan.” Kataku minta pembelaan dari lelaki itu. Diapun menganggukkan kepalanya. Dan aku mencibir ke arah Ghibran.
“ Kasian tuh, bajunya kotor begitu. Gue dari tadi pengen nanya tapi engga enak, ternyata ulah loe.” Ghibran menjitak kepalaku.
“ Aduh, kan gue udah minta maaf. Itu juga engga sengaja, tadi gue buru-buru soalnya. Jadi engga liat kalau ada dia lagi didepan gue.” Jelasku “ Pinjemin aja dulu baju loe, loe kan selalu punya baju ganti di loker.” Aku menyuruh Ghibran.
“ Oh iya,bener juga. Eh iya ka, kenalin nih temen gue yang rakus itu. Namanya …”
“  Fiolla ” aku memotong omongan Ghibran tadi.
“ Gue Raka” dia megulurkan tangan dank u sambut uluran tangan nya.
“ Dasar bocil, tau aja loe sama yang ganteng-ganteng”
“ Iya dong, gue kan punya radar. Hahaha “ kami tertawa lepas saat itu. Aku langsung teringat satu hal.
“ Ayo buruan loe ganti baju. Ban kasih dia pinjem dulu baju loe ya, kasian dia bajunya kotor begitu.”
“ Loe yang salah kenapa jadi gue yang tanggung jawab.”
“ Baban, engga mungkin kan dia pake baju punya gue. Apa kata anak-anak nanti.”
Raka hanya cekikikan melihat aku dan Ghibran yang terus perang mulut tentang baju siapa yang harus dikenakan oleh Raka. Akhirnya luluh juga hati Ghibran, diapun membawa Raka ke lokernya untuk ganti pakaian. Dan aku langsung menuju kelas, karna sebentar lagi bel masuk akan berbunyi. Setelah Raka selesai mengganti baju nya dengan baju milik Ghibran, ternyata dia sekelas dengan aku juga. Aku senang sih, karna itu berarti Ghibran aka nada teman lelaki lain selain si Dimas. Itu perkembangan bagus menurutku, karna walaupun Ghibran punya banyak penggemar para wanita, tapi dia sulit sekali dekat dengan seseorang.
“ Anak-anak,ibu akan memperkenalkan murid baru pada kalian. Pindahan dari Jakarta, Raka silahkan perkenalkan dirimu.” Perintah bu Martha
“ Hai semua, nama gue Raka Dhika Diandra. Gue biasa dipanggil Raka, gue pindah ke Bandung karna papah saya dipindah tugaskan.”
“ Nomor handphone loe berapa ?” salah satu siswi putri nyeletuk
“ Huuuuu …” ledek siswa yang lain.
“ Sudah-sudah, Raka kamu bisa duduk di bangku yang kosong.”
Letak bangku kosong itu persis berada disamping Ghibran. Yah bangku itu kosong setelah Sukirman memutuskan untuk pindah sekolah belum lama ini. Aku langsung menggodai Raka yang hanya terhalang satu bangku dari bangku milikku.
“ Ciee, yang sudah punya banyak penggemar.”
“ Apaan sih loe, biasa aja kali. Gue aja yang banyak penggemar biasa aja.” Kata Ghibran menjawab ledekanku yang ditujukan pada Raka.
“ Yee, gue engga ngomong sama loe ban. Tapi sama Raka.”
“ Yaudah si yah, gue sama Raka tuh kan satu paket. Iya engga ka.” Ghibran meminta pembelaan dari Raka yang kini mulai banyak penggemar seperti dirinya.
“ Udah-udah, kalian nih sobatan tapi kerjaan nya ledek-ledekan mulu. Mending kita ikutin pelajaran dulu, abis itu kita ngobrol-ngobrol lagi. Gue juga pengen kenal lebih deket sama loe fio.” Jawab Raka menghentikan perdebatan aku dan Ghibran yang tak begitu penting.
Mendengar perkataan Raka tadi, wajah Ghibran berubah seketika. Entah apa yang membuat ekspresi wajahnya berubah tiba-tiba seperti itu. Tapi ya sudahlah, nanti juga dia baikan lagi dengan sendirinya.
Hari demi hari perlahan kami lewati bersama. Aku mulai mengenal Raka lebih dalam, dan Rakapun mungkin sebaliknya. Dan Ghibran, selalu membantuku melaksanakan pentas seni yang hanya tinggal 6 bulan lagi. Dia rela melakukan apapun demi membantuku, walaupun terkadang banyak hal yang tidak kami duga dan membuatnya aga sedikit jengkel. Tapi itu semua tak berlangsung lama. Karna Ghibran itu paling tidak bisa ngambek lama-lama padaku. Itu juga yang menyebabkan dia selalu mengikuti apa yang aku inginkan.
Semakin hari, semakin terlihat sosok Ghibran yang perhatian dimataku. Seorang lelaki yang dilihat dari jauh begitu dingin dan cuek, tapi begitu aku dekat dengan nya tak seburuk itu. Justru malah sebaliknya. Dia begitu hangat dan penuh perhatian, itu yang selalu aku suka dari Ghibran. Dia tak pernah marah padaku, biasanya dia hanya ngambek kecil yang tak akan bertahan lebih dari dua jam. Hal itu pula yang menyeretku pada sebuah jurang yang sangat curam, jurang antara persahabatan dan sebuah rasa yang sering orang sebut itu cinta. Aku selalu berusaha agar rasa itu memang bukan rasa cinta, melainkan rasa kasih saying sahabat kepada sahabat yang lainya. Kenapa aku menekankan seperti itu, karna aku tak ingin persahabatan aku dan Ghibran hancur begitu saja. Aku sudah sangat nyaman berda disisinya sebagai seorang sahabat, tak lebih.
Sementara Raka, aku tak tahu mengapa. Tapi semenjak tradegi waktu itu, Raka sangat perhatian padaku. Entah aku yang ke geeran atau memang keadaan yang sebenarnya seperti itu. Kejadian ini terjadi saat aku hendak mengambil barang yang akan kita pergunakan untuk keperluan persiapan pentas seni yang semakin mendekati waktunya. Entah mengapa tiba-tiba pitu gudang tertutup rapat, memang sih penjaga sekolah telah mewanti-wantiku dari awal kalau pitu gudang itu sulit dibuka dari dalam. Tapi apa boleh buat, pintu itu sudah tertutup rapat saat ini. Aku sangat takut saat itu, tapi aku tak bisa melakukan apa-apa karena suaraku tak mungkin terdengar sampai ruang osis. Karna jaraknya terlalu jauh.
Aku hanya bisa menangis dan sambil sesekali meneriakan nama-nama orang yang aku ingat saat keadaan seperti ini. Dan entah berapa kali aku selalu memanggil nama Ghibran dan Ghibran lagi. Walau aku tahu, dia mana mungkin berani ke tempat segelap ini sendirian. Aku jauh lebih berani ketimbang dirinya. Tapi aku terus memanggil nama Ghibran, dan berharap dia datang menolongku layaknya superhero diacara televise yang biasa ku tonton. Ketakutanku semakin menjadi saja ketika tiba-tiba terdengar suara kardus terjatuh padahal aku tidak menyentuh nya, dan diruangan itu hanya ada aku seorang diri. Aku menjerit sekencang-kencangnya, dan tak ku sangka ada suara orang diluar sana. Cekeklek, suara pintu gudang memaksa dibuka. Ketika sedikit terlihat orang yang akan menolong ku, aku langsung berlari kearahnya dan memeluknya erat-erat. Aku sangat takut sekali saat itu, dan yang ada difikiranku hanyalah Ghibran.
“ Ban, aku takut.” Kataku sambil menangis dan mempererat pelukanku.
“ Ayo kita pergi dari sini.” Katanya seraya menarik tubuhku menjauhi tempat itu. Aku terus menangis dalam pelukannya, tanpa aku sadari siapa yang aku peluk itu. Dan ketika sampai diruang osis, mataku terbuka dan aku mendapati sosok Ghibran sedang berdiri dihapanku. Tanpa fikir panjang, aku langsung memeluk tubuhnya erat. Berarti yang tadi aku peluk, aku menatap lelaki yang tadi menolongku. Ternyata yang menolongku itu adalah Raka, bukan Ghibran. Aku memperkencang pelukanku pada Ghibran yang terlihat sangat khawatir saat itu mendapati aku datang dengan tangis tersedu-sedu.
“ Fio, loe tenang ya. Gue disini.” Kata Ghibran mencoba menenagkan aku. Aku masih tak mengeluarkan suara sepatah katapun. Ghibran mempererat pelukan nya sambil mengusap kepalaku. “ Udah, jangan nangis lagi. Gue udah disini, dan gue janji engga bakal ninggalin loe sendirian lagi kaya tadi. Gue bakal bawa loe kemanapun gue pergi, apapun yang terjadi.” Ghibran menjanjikan hal itu karna dia sangat khawatir.
“ Loe kemana aja sih, dari tempat sponsor aja lama banget. Untung aja pas loe engga ada gue sempet nyadar kalau fio engga ada. Gue cari dia kemana-mana dan kata penjaga sekolah tadi fio sempat minta dibukain pintu gudang. Dan langsung gue susul dia ke gudang, soalnya udah lama dia engga nongol-nongol.” Jelas Raka pada Ghibran yang tak tahu kronologis kejadian nya.
“ Thanks ya sob, loe udah nolongin Fio tadi. Coba kalau engga, udah pingsan kali dia ada didalem gudang sendirian tengah malem begini.” Kata Ghibran berterima kasih sekaligus meledekku.
“ Loe ini, gue udah kaya gini masih aja di isengin.” Cubitku pada perut Ghibran yang selalu jadi sasaran kalau sewaktu-waktu dia menyebalkan.
“ Yaudah, sekarang kita pulang aja udah malem juga. Sekali lagi thanks ya ka loe udah bantuin gue jagain si Bocil.”
“ Nyantai aja sob, itukan kewajiban gue jagain cewe loe”
Aku melotot kearah Raka, karna aku tak setuju dengan ucapan nya. Aku ini sahabat nya Ghibran tau. Dalam hatiku menegaskan seperti itu.
“ Hehe, piece bos. Kan bercanda.” Raka nyengir.
Aku membereskan barang-barang milikku, dan milik Ghibran. Aku memasukan isi tas nya yang berserakan dimana-mana. Setelah itu aku menyuruh kepada seluruh pengurus untuk pulang terlebih dahulu dengan menumpang mobil milik Raka. Karna aku tak mau sampai anak buahku kenapa-napa. Setelah semuanya pulang, Ghibran menggandeng tanganku menuju tempat motornya diparkirkan. Aku bisa merasakan gandengan ini begitu erat sekali, sampai aku tak tega melepaskannya. Ghibran menyalakan motor gede milik nya, dan aku naik diboncengannya. Tak seperti biasanya, kali ini Ghibran menarik tanganku untuk memeluk pinggangnya, dan dia meletakan tangan nya diatas tangan ku yang melingkar disana. Entah mengapa, aku merasa nyaman sekali. Berbeda seperti hari-hari sebelumnya, kini Ghibran sahabat ku terlihat sangat manis memperlakukan ku. Aku meyenderkan kepalaku dipunggungnya, dan mengencangkan peganganku. Aku terhanyut dalam boncengan motor Ghibran malam itu.
Ditengah perjalanan, tiba-tiba ghibran menghentikan laju motornya dan melepaskan jaket milik nya. Ternyata dari tadi dia meraskan suhu dingin ditanganku, dia langsung memakaikan jaket itu pada tubuh mungilku tanpa berkata sedikitpun. Ya Tuhan, apa ini memang Ghibran sahabatku yang setiap hari selalu membuatku keki dengan ulahnya yang usil ? atau ini jelmaan malaikat yang menyamar menjadi Ghibran Prasetyo. Ah, aku tak peduli karna aku tak ingin malam ini berlalu begitu saja. Tanpa terasa aku sudah sampai didepan rumah. Perasaan jarak rumahku ke sekolah itu sangat jauh, tapi kenapa tadi terasa sangat dekat sekali. Apa karna aku terlalu menikmati perjalanan ini.
Akupun turun dari motor gede warna merah milik Ghibran. Dan melepas jaket milik nya.
“ Ban, makasih ya udah ater aku pulang.” Kataku pada Ghibran. Ketika aku hendak masuk ke pintu gerbang. Ghibran malah turun dari motor.
“ Fio, tunggu.” Kata Ghibran padaku. Aku langsung menhentikan langkah kaki yang tadi berniat masuk pintu gerbang dan berbalik kearah nya. Belum sempat aku menanyakan ada apa, Ghibran kembali memeluk erat tubuhku seakan tak ingin melepas nya. Entah berapa menit peristiwa itu terjadi, akhirnya Ghibran melepaskan pelukan nya dan mendaratkan satu kecupan hangat dikeningku. Aku sangat terkejut, sampai mulutku ter nga-nga.
“ Udah sana tidur, istirahat yang banyak. Jangan terlalu banyak fikiran, nanti yang ada kamu sakit. Kan aku juga yang repot nantinya.” Ghibran memberi tahuku dengan nada dan ciri khasnya.
“ Iya-iya, siapa juga yang mau ngerepotin kamu.” Kataku mencibir.
“ Bye, good night ya.” Itu kata-kata terakhirnya sebelum iya mengendarai motor nya lagi. Dia melambaikan tangan kearahku dan aku pun masuk kedalam rumah. Entah mengapa malam ini terasa begitu istimewa ketimbang malam-malam sebelumnya.
Tapi beberapa minggu setelah itu terjadi, bukan kedekatan ku dengan Ghibran yang semakin dekat. Tapi justru sebaliknya. Entah kenapa Ghibran tiba-tiba menjauh dariku, jarang membantuku untuk menyelesaikan tugasku yang seabrek. Dia begitu dingin dan tak menggubris kehadiranku sama sekali. Sampai terjadi hal terburuk diluar dugaanku, dia pindah tempat duduk. Aku semakin bingung dan bertanya-tanya, ada apa ini sebenarnya kenapa Ghibran seperti itu. Apa dia marah padaku, tapi ku rasa tidak mungkin. Karna dia paling tidak tahan marah terlalu lama padaku, paling lama saja hanya 2 jam. Jadi sepertinya bukan, tapi apa yang menyebabkannya menjauh dariku.
Aku bingung tak tahu harus bagaimana, dan tak tahu apa yang harus aku lakukan untuk membuat Ghibran kembali padaku. Aku hanya bisa menangis menanggung semua ini sendirian. Karna biasnya Ghibranlah yang aku ajak berbagi dengan segala kesedihan ini. Tapi kin dia tak ada disampingku. Aku terus menangis sampai tak menyadari kalau ternyata ada orang yang sedang duduk diseberlaku menemaniku dalam tangis ini.
“ Udah jangan nangis lagi, loe engga sendirian ko. Gue bakal nemenin loe sampai Ghibran kembali lagi seperti semula. Nih lap air matanya, kerjaan kita masih banyak. Dan pentas seni semakin dekat. Semangat bu ketua.”
Aku tersenyum mendengar kata-kata Raka tadi, setidaknya aku tidak benar-benar sendiri menghadapi pentas seni ini. Walaupun Ghibran tak sepenuhnya angkat tangan, tapi aku jarang sekali melihatnya ada diruang osis membantuku dan teman-teman yang lain. Sampai suatu hari aku berpapasan dengan Ghibran, dan aku memberanikan diri untuk menanyakan sebenarnya ada apa ini.
“ Ban, loe kenapa sih akhir-akhir ini ngejauh dari gue.”
“ Engga apa-apa, gue bosen aja sama loe. Dan sekarang gue udah punya cewe yang baik banget sama gue dan dia nyuruh gue ngejauh dari cewe gatel kaya loe.”
Jleb, mendengar perkataan itu hatiku terasa diiris-iris menggunakan pisau yang sangat tajam. Apakah orang ini memang benar Ghibran sahabatku ? atau setan yang menyerupai Ghibran Prasetyo. Aku sungguh tak percaya dengan semua ini.
“ Gue kira loe beda sama cowo lain, ternyata sama aja.”
“  Terus kenapa, yah inilah gue. Kalau perubahan gue bikin loe engga nyaman this your problem.”
Terang saja aku sangat sakit hati dengan perkataan Ghibran yang satu itu. Kenapa ia tega sekali mengatakan hal itu padaku, sahabatnya sendiri. Aku langsung berlari dengan kencangnya, kemanapun aku sanggup untuk berlari. Sampai aku menabrak tubuh Raka yang kaget melihatku berlinangan air mata.
“ Loe kenapa Fio ?” Tanya dia penasaran.
Aku tak menjawab pertanyaan yang diajukan Raka tadi, karna terlalu sulit menjelaskannya. Aku hanya menangis dan terus menangis tanpa ada niat untuk berhenti.
“ Gue anter loe pulang ya, gue takut kalau loe pulang dalam keadaan kaya gini ada orang jahat yang manfaatin ini semua.” Raka menawarkan padaku yang ku jawab dengan anggukan kecil.
Aku belum bisa menghentikan tangis ku selama perjalanan, karna terlalu sakit mendengar perkataan yang terluncur dari sahabatku yang nyaris aku cintai.
*****
Pensi sekolah berjalan dengan lancar dan sukses walaupun penuh dengan cucuran darah dan air mata yang telah ku buang. Tapi aku puas dengan hasil yang cukup memuaskan ini. Setidaknya aku cukup tegar menghadapi pensi tanpa Ghibran disampingku. Tapi ada sosok raka yang setia menemaniku selagi kepergian Ghibran yang entah kapan akan kembali. Aku sangat berterima kasih pada mu ka, tapi aku minta maaf karna aku tak bisa membalas perasaan mu yang telah jatuh kepada hatiku. Karna perasaan ku telah jatuh pada pria lain, tidak lain adalah pria yang telah menyakiti hatiku dengan ucapannya yang setajam pedang. Tapi aku berjanji pada diriku sendiri, aku akan belajar mencintai Raka sepenuh hatiku.
*****
Aku melepaskan pelukan Ghibran yang sedari tadi memelukku. Aku mencoba menahan air mata yang letak nya sudah ada diantara kedua kelopak mataku.
“ Lupakan semuanya Ban, aku sudah tak mau ingat akan hal itu lagi. Terlalu sakit untuk mengingatnya.”
“ Fio, loe engga tau kejadian yang sebenernya. Saat gue ngomong sama loe kalau gue udah punya pacar itu gue bohong. Gue cuman pengen tahu apa reaksi loe sama gue, dan saat gue bilang kalau gue udah bosen sama loe. Itu juga boong, karna sampai kapanpun gue engga akan pernah bosen sama loe Fio. Gue lakuin itu semua karna gue udah ngelanggar janji diri gue sendiri, kalau gue engga bakal nyentuh loe lebih sebelum loe jadi istri gue. Tapi malem itu gue engga bisa nahan rasa yang salama ini gue pendem sama loe. Gue bener-bener sayang sama loe, bukan sebagai seorang sahabat tapi lebih dari itu. Dan gue engga bisa maafin diri gue sendiri. Gue minta maaf.” Ghibran menjelaskan semuanya padaku yang terpaku mendengarkan dengan seksama penjelasaan yang aku tunggu selama ini akhirnya datang tetapi disaat yang tidak tepat.
“ Loe harus maafin diri loe sendiri Ban, karna gue juga udah maafin loe jauh hari sebelom loe jelasin semua ini sama gue. Dan gue udah pasti maafin loe.”
“ Jadi, kita bisa kaya dulu lagi.”
“ Engga Ban, semuanya udah terlambat. Satu minggu lagi, hari pernikahanku dengan Raka. Dan aku sudah mengubur kenangan kita dalam-dalam jauh didasar hati ini untuk menjadi kenangan terindah dalam hidupku.” Kataku sambil menunjuk dada.
“ Kamu engga bercandakan Bocil ?”
“ Engga Ban, ini semua kenyataan yang harus kita hadapi. Karna aku berjanji akan belajar mencintai Raka sebagaimana dia sangat mencintaiku.”
“ Arrrgghh …..”
Ghibran meninju tembok dengan sangat keras sampai terdengar suara dari sana. Dan sepertinya tembok itu agak sedikit retak dibuatnya. Sepertinya dia sangat menyesal dengan tindakan yang dia lakukan padaku. Tapi apa boleh buat, sebentar lagi aku akan menjadi Nyonya Raka. Dan aku bukan anak SMA Harapan Bangsa lagi, seperti belasan tahun yang lalu.

Bandung 16 September 2012
Mentari Zulfa Fauziyyah

Aku kembalii

Udah lamaa......... banget engga nongol di sini dan berbagi cerita. aku sekarang udah makin dewasa loh. hahaaaa. sebenernya umurnya aja sih yang nambah cuman kelakuan sepertinya engga makin dewasa deh. Sekarang aku udah kuliah, udah masuk semester tiga tepatnya. Kuliah di Poltekkes Kemenkes Bandung jurudan Keperawatan. Pasti ada yang tanya, apa cita-cita aku jadi perawat ? jawabannya bisa iya, bia engga. sebetulnya sampai saat ini aku masih bingung. Tapi yasudahlah, jalankan saja, ini yang terbaik dari Allah buat aku. Aku bakal posting lagi sepertinya, tapi kalau tidak sibuk mengurusi makalah yang seabreg yaahh. hahaaaa. tunggu postingan selanjutnya.

Rabu, 29 Agustus 2012

Happy Birthday "Mentari"

Hari ini aku ulang tahun yang ke 17 loh. Makasih banget buat doa-doanya, mudah-mudahan dikabulkan oleh sang khaliq. Makasih juga "mini party" nya. Semoga aku menjadi pribadi yang lebih baik lagi amiieenn ....

Selasa, 03 Juli 2012

Kembalikan senyum itu


Rasanya tak ada otot dan saraf-saraf yang sanggup untuk melukiskan senyum diwajah ini selain dipagi hari saat aku baru terbangun dari kematian sementara. Terlalu sulit, dan sakit. Seolah ini adalah hal yang paling sulit aku lakukan saat ini. Menyunggingkan seulas senyum tulus dari balik bibir ini. Tersenyum menjadi hal mustahil selain terbang. Padahal dengan tersenyum aku bisa merasakan kebahagiaan itu kembali dalam diri ini. Kebahagiaan yang nyaris tak teringat dalam otak ini, bahkan aku lupa bagaimana rasanya bahagia. Ataukah aku pernah merasa bahagia ? aku rasa pernah. Yah, aku yakin aku pernah bahagia. Itu terbukti dari semua foto yang kupunya dari beberapa tahun lalu. Disitu, aku dan orang-orang disekitarku dapat menyunggingkan senyum tulus dari balik bibir masing-masing. Dan ku rasa senyuman itu adalah salah satu bukti kalau kita bahagia. Tersenyum, bercanda, ceria, aku rasa itu aku satu tahun yang lalu. Takpernah aku merasakan kesedihan yang teramat sangat seperti ini. Aku berusaha tidak mau sedih dan kembali menjadi aku yang dulu, tapi apa daya. Aku terus mencari apa yang membuat hati ini selalu menangis. Tetapi semakin aku mencari, aku semakin bingung dengan segala sesuatu yang terjadi pada diri dan jiwaku.
MENANGIS TAK BISA, TERTAWA TAK MAMPU
Aku rasa itu kata yang pas untuk saat ini. Aku tak bisa menangis, karna aku tak punya alasan kuat untuk membiarkan buliran bening ini meluncur melewati pipiku yang cabi. Tapi akupun tak bisa bahkan tak mampu untuk tertawa. Karna tidak ada yang bisa membuatku tertawa lepas seperti biasanya. Kini hanya ada sunyi, dan kehawatiran. Aku rasa kesedihanku ini berawal saat mimpi itu terjadi.
Yah, mimpi yang menjadi bunga tidurku kurang lebih dua bulan yang lalu. Dimimpi itu aku bertemu dengan seorang wanita paruh baya yang wajah nya berwarna merah menyala. Wanita itu menatap ku dengan tatapan tak suka dengan kebahagiaan. Aku takut akan tatapan itu, dan akhirnya aku memutuskan untuk melarikan diri dari wanita itu. Aku masuk kedalam mobil dan meminta ayahku mengemudikan mobil nya dengan sangat cepat. Tapi, ketika mobil terus melaju dengan kecepatan yang sangat ekstra justru wanita itu hinggap dikaca mobil tepat dimana saat itu aku duduk. Ketakutan semakin aku rasakan saat itu, karna ketika aku menoleh kebelakang, orang yang sangat aku harapkan ada saat itu justru tiba-tiba menghilang begitu saja. Orang yang selalu berusaha menjagaku, orang yang tidak akan diam ketika aku disalahkan, orang yang terlihat tidak peduli tapi sebetulnya jauh didalam hati nya dia sangat peduli kepadaku, orang yang selalu menjawab semua pertanyaan yang aku ajukan, tak ada dibelakangku saat itu. Jujur aku teramat sangat takut, ditambah dia yang menghilang tiba-tiba. Karna yang aku harapkan dia ada disini ketika aku takut. Aku terus menyuruh ayahku menambah kecepatan mobilnya, sampai akhirnya kami sampai di suatu gedung. Yang tak lain dan tak bukan adalah bangunan sekolahku, aku yakin itu pak mail yang menjaga pintu gerbang. Dan aku meminta pak mail untuk tidak membukakan pintu gerbang jika ada orang yang telah aku sebutkan cirri-ciri nya pada pa mail. Dan ia pun menyanggupi permintaanku. Tapi ketika aku hendak masuk kedalam gedung, tiba-tiba terlihat sosok wanita itu dari arah berlawanan. Aku tak ingin melihatnya tapi tanpa aku sadari, aku terus melihat nya walau dengan perasaan takut. Dan seketika, warna merah yang menutupi wanita itu hilang begitu saja. Akhirnya aku memutuskan untuk berlari kedalam gedung, dengan perasaan dag-dig-dug. Ternyata didalam gedung sedang ada hajatan. Yah tepatnya hajatan pernikahan untukku, aku merasa aneh saat itu. Dengan siapa aku akan menikah ? masa iya aku menikah ketika aku baru saja kehilangan orang yang begitu special dalam hidup ini. Dan tak sempat aku melangsungkan pernikahan, aku langsung terbangun.
Banyak orang yang mengatakan mimpi itu hanyalah sebuah bunga tidur semata. Tapi disisi lain ada juga yang mengatakan mimpi itu sebuah pertanda. Mungkin bagi Rasulullah mimpi itu bisa berarti ada wahyu terkandung didalam nya. Tapi bagi seorang manusia biasa seperti aku ini, apalah arti sebuah mimpi. Yah, mungkin kehidupan ku saat ini tak kaitannya dengan mimpi itu. Tapi yang aku rasa, setelah mimpi itu selesai justru muka ku yang berwarna merah. Karna ketika aku melihat wanita yang wajah merah itu, ia kehilangan wajah merahnya. Dan aku rasa pula, jiwa wanita itu ada dalam diriku saat ini. Tak mau melihat, mendengar, bahkan mengetahui kebahagiaan orang lain. Sungguh jahat memang, tapi itulah aku yang sekarang. Jahat, egois,dan tak senang melihat orang lain bahagia.
Andai saja aku dapat terbagun dari mimpi buruk ini. Andai saja ada orang yang berhati tulus membangunkan ku dengan lembut dan perlahan. Aku yakin, aku akan menemukan kebahagiaan setelah aku terbangun. Dan aku akan kembali menjadi diriku yang dulu. Aku yang selalu tersenyum, ceria, dan merasa bahagia jika melihat kebahagiaan.


9 Juni 2012

Selasa, 15 Mei 2012

Belajar menerima


Aku tak tahu dari spesies apa kau berasal
Apakah kau pernah merasakan ?
Apakah kau pernah mencinta ?
Apa kau mencium aroma kasih sayang ?
Kenapa kau tidak merasa ?
Tak dapatkah kau lihat mata itu yang memancarkan kasih sayang
Dari balik mata itu ada cinta, cinta yang tak bisa ku artikan
Tak diakui tapi dapat terlihat jelas, yah itulah wanita
Pintar sekali dalam menyembunyikan rasa, cinta, dan kasih

Aku tahu itu semua karna aku wanita, diapun sama wanita
Kita sama-sama wanita
Pancaran kasih sayang, kelembutan, dan cinta
Itu juga yang mungkin terpancar dari bola mataku
Untuk mu ……
Rasa yang sama terhadap jiwa yang sama pula

Aku tak ingin egois, tapi aku juga tak bisa membohongi diri ini
Aku tak bisa memaksakan hati mu, untuk jiwa yang sepi
Aku tak bisa menuntut mu melakukan semua yang aku pinta
Dan aku tak bisa memaksamu untuk mencintaiku
Maka dari itu, aku akan berusaha melepaskan tali yang selama ini aku pegang
Yang selalu aku jaga agar tidak pernah terlepas
Akan ku ulur tali itu perlahan, agar tidak melukai tangan yang memegang

Tapi satu hal …
 Aku tak mau membohongi diriku, dan menjadikan aku munafik
Aku mungkin akan  belajar melepasmu perlahan-lahan
Tetapi itu semua bukan berarti aku sanggup untuk melihat mu berdampingan dengan nya
Karna itu terlalu menyakitkan, terlalu perih, sangat menyiksa
Aku tak mau melihat, aku akan menghindar semampuku
Sampai aku sanggup menerima itu semua dengan sepenuh hatiku 

Sabtu, 12 Mei 2012

Bertanya pada langit


Aku menengadah melihat ada beberapa bintang malam ini
Menatap, seakan tak mau kehilangan momen seperti ini
Sebetul nya ada satu tujuan aku melihat langit yang terang itu
Aku ingin mengajukan sebuah pertanyaan yang tak bisa aku tanyakan pada siapapun
Aku menatap bintang dengan hangat …..
Dan siap mengajukan pertanyaan, pertanyaan yang menentukan langkahku

Langit, Bintang …..
Apakah pernah dia merasakan rindu yang selama ini aku rasakan pada nya ?
Apakah pernah dia mengingatku disaat hati nya sedang gelisah ?
Apakah pernah dia merasa dia membutuhkan aku disamping nya ?
Apakah dia pernah merasakan yang aku rasakan ?
Cemburu ketika melihat sesuatu yang menurutku itu menyiksa mata dan hatiku

Jawab pertanyaan ku langit ….
Bantu aku menanyakan semua hal itu pada nya
Kenapa bintang diam saja melihat aku bertanya seperti ini ?
Apa pertanyaan ku ini tak pernah ada jawaban nya ?
Atau, sebenar nya DIA hanya fantasi ku saja. Tanpa bisa bersama nya

Aku hanya ingin sebuah kepastian yang tak menyiksa
Bertahan dengan hati yang terus menerus meneteskan darah
Itu sangat amat menyakitkan …..
Andai aku tahu jawaban nya, aku akan tahu lagkahku selanjutnya dalam mengambil keputusan

Selasa, 08 Mei 2012

Tak berguna


Aku ingin sekali menangis, tapi tak ada alasan aku untuk menangis
Aku ingin tertawa, tapi tak ada hal yang membuat aku bisa melakukan hal itu
Aku ingin sekali berteriak, karna aku tak bisa ungkapkan segalanya

Kau tahu kenapa ?
Aku merasa dirikulah orang yang paling bodoh di dunia ini
Orang yang paling tak diharapkan dan tidak ada gunanya
Itu sangat berbanding terbalik dari arti namaku
Yah, namaku mentari. Matahari
Matahari itu selalu dinanti dan selalu dibutuhkan oleh setiap manusia
Sangat bermanfaat dan memancarkan kehangatan

Tetapi aku ?
Aku sengat jauh berbeda dengan matahari
Aku itu tak pernah dinanti dan tak pernah dibutuhkan oleh siapapun
Tidak bermanfaat dan tidak menciptakan kehangatan jika didekatku
Tak ada harganya, dan tak berguna
Hanya kalimat itu yang kini sering aku tegaskan pada hati ini

Ketika semua orang menemukan kehangatan untuk diri mereka sendiri
Aku justru bingung akan mencari dimana kehangatan itu
Aku hanya termenung menunggu kehangatan, bukan mencarinya
Itu suatu kebodohan yang teramat sangat
Aku hanya menanti dan menanti
Menunggu dan menunggu
Tanpa pernah ada suatu kepastian yang datang menghampiri

Bintang,bulan, dan saturnus
Mereka sudah merasa kalau mereka mendapat kehangatan dari situ
Berbagi satu sama lain dengan keterbukaan, rasa percaya, dan kasih sayang

Merkurius dan venus
Tak usah ditanyakan lagi, seluruh jagad raya tahu kalau mereka itu pasangan
Pasangan yang sudah saling ketergantungan satu sama lain
Yang tidak akan pernah rela melihat pasangan nya dengan yang lain
Sungguh romantic ….

Bumi sibuk dengan kekacawan yang ada didalam nya
Mars dan yupiter
Mereka memiliki sifat yang sama, mungkin itu yang bisa membuat mereka terikat
Uranus dan neptunus
Mereka tak pernah mau tahu, walaupun sebetulnya mereka peduli
Sedangkan pluto
Dia sudah tak ada lagi dalam tatasurya, tak terjangkau olehku

Bagaimana dengan nasibku ?
Yah semua orang bisa menebak kalau aku ini tak berguna
Nyatanya, tak ada yang pernah merasa nyaman dengan ku
Hanya sebentar, dan langsung berlalu tak meninggalkan jejak

Ingin rasanya aku berlari dan terus berlari
Tanpa pernah berhenti walaupun sedetik saja, karna itu semua hanya membuat luka
Mungkin itu semakin memperjelas bahwa aku ini tak berguna
Tak seperti matahari yang selalu dinanti kedatangan nya
Yang selalu dibutuhkan oleh setiap manusia
Rasanya, tak ada akupun dunia ini akan baik-baik saja. Atau bahkan lebih baik